Pekanbaru - Sepanjang tahun 2012, ada 12 ekor gajah 
Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Riau dan Aceh mati secara tak 
wajar. Pemerintah pusat dan daerah diminta serius untuk mengusut kasus 
tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Program Kehutanan, 
Spesies dan Air Tawar WWF (World Wildlife Fund)-Indonesia, Anwar 
Purwoto, dalam siaran persnya yang diterima detikcom, Senin (11/6/2012).
 
Menurutnya, untuk menyelamatkan satwa dilindungi itu, 
pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi mengusut tuntas kematian 
gajah yang tak wajar itu. "Kami meminta berbagai pihak meningkatkan 
efektifitas, intensitas dan luasan cakupan patroli pencegahan konflik, 
baik yang dilakukan oleh tim khusus maupun yang dilakukan secara swadaya
 oleh masyarakat di habitat gajah," kata Anwar.
Dalam catatan WWF
 Indonesia, diketahui populasi gajah Sumatera menurun drastis dalam 
kurun waktu 4 tahun terakhir. Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) menaikkan 
status keterancaman gajah Sumatera dari 'genting' menjadi 'kritis', 
hanya selangkah dari status 'punah di alam'.
"Ini merupakah 
status terburuk dibandingkan subspesies gajah yang lain, baik di Asia 
maupun Afrika. Saat ini jumlah gajah Sumatera di alam diperkirakan tidak
 lebih dari 2.400 ekor - 2.800 ekor saja, turun 50 persen dari populasi 
sebelumnya yaitu 3.000 - 5.000 ekor pada tahun 2007. Hilangnya habitat 
akibat alih fungsi hutan merupakan penyebab utama penurunan populasi 
gajah," papar Anwar.
Di Riau, sepanjang Maret-Juni 2012 tercatat 7
 kematian gajah di kawasan blok hutan Tesso Nilo. Kasus kematian yang 
terakhir terjadi di konsesi akasia PT. Riau Andalan Pulp and Paper pada 7
 Juni 2012, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten 
Pelalawan. Seekor gajah jantan muda ditemukan mati dengan kondisi gading
 hilang.
"Perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo harus ditangani
 dengan serius dan segera. Jika tidak konflik manusia-gajah akan terus 
terjadi di kawasan yang dicadangkan menjadi Pusat Konservasi Gajah 
tersebut," desaknya. 
Sementara itu, Manajer Program WWF 
Indonesia, Suhandri menambahkan, Kementerian Pertanian dan dinas terkait
 di daerah harus peduli dan mengontrol secara ketat keberadaan industri 
kelapa sawit dan perizinannya serta implikasinya dengan kawasan 
konservasi dan keanekaraman hayati.
 (cha/try)
    

No comments:
Post a Comment