Wednesday 21 November 2012

Alam Liar Kalimantan, Diterkam Buaya atau Dicakar Orangutan

Orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting

Tanjung Puting - Bertemu orangutan di kebun binatang atau Taman Safari, itu sudah lazim. Namun bila bertemu orangutan di habitat aslinya di pedalaman Kalimantan, siap-siaplah untuk petualangan seru dan menegangkan.

Rute menuju Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah memang terbilang jauh. Perahu sederhana membelah sungai yang menjorok ke tengah hutan. Dijamin ini akan membuat sensasi tersendiri.

Apalagi, trip ini di bawah intaian mata buaya liar yang ganas dan tidak sungkan menerkam manusia. Alhasil, mengikuti petunjuk guide lokal merupakan cara paling cepat untuk beradaptasi.

"Jangan pernah menyentuh air dengan tangan apalagi sampai mandi di sungai. Baunya itu menggiring buaya ke sini," kata seorang warga lokal Matholah saat detikTravek menembus hutan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, minggu lalu.

Matholah yang sudah mengenal karakter para buaya dengan seksama menambahkan, banyak wisatawan terutama turis asing yang bandel. Ia sempat menyaksikan seorang turis diterkam buaya karena mandi di sungai.

"Itu sekitar 2 hingga 3 tahun lalu. Sudah saya bilang, dia tidak percaya. Akhirnya meninggal karena dimakan buaya," tukas Matholah.

Berbeda dengan Matholah, seorang manajer salah satu pondok konservasi orangutan menceritakan bagaimana seorang wisatawan dicabik-cabik orangutan karena melawan.

"Kejadiannya baru 3 hari lalu. Ada tamu yang tertinggal rombongan di jalan setapak. Dia dihampiri orangutan dan kameranya ditarik. Orangnya tidak mau kameranya diambil orangutan. Orangnya diamuk, dicakar-cakar hingga meninggal," kata Satri, Manajer Pondok Tanggui, sebuah taman penangkaran yang dihuni sekitar 35 ekor orangutan.

Namun cerita seram untuk bertemu orangutan di habitat aslinya, tidak menyurutkan kedatangan turis. Para wisatawan biasanya datang berkelompok atau hanya sepasang. Bila berkelompok, dapat menginap di satu-satunya penginapan di tengah hutan itu atau menginap di kota terdekat yakni di Pangkalan Bun.

"Pangkalan Bun kesini naik speedboat kecil yang menggunakan mesin tempel sekitar 1,5 jam. Pergi pagi, pulang setelah melihat orangutan diberi makan jam 14.00 WIB," imbuh Satri.

Sementara untuk turis asing yang berpasangan didominasi oleh turis lanjut usia di atas 60 tahun. Mereka menyewa kapal klotok, kapal kayu dengan ukuran 15x6 meter. Di kapal ini, para turis tersebut akan tinggal selama menikmati hutan habitat orangutan, biasanya 3 hingga 4 hari. Paket liburan di kapal kayu ini sekitar Rp 1,5 juta/malam.

"Mereka menikmati hutan yang sepi dan tidak ada sinyal telepon. Hanya duduk-duduk di kapal. Kalau waktu memberi makan orangutan, mereka turun dan melihat. Logistik sudah disiapkan sejak berangkat," ucapnya.

Pengalaman seru tersebut akan terbayar lunas saat melihat langsung dengan orangutan. Wajah lucu orangutan dan sikapnya yang unik menjadi sesuatu yang sulit dipadankan dengan pengalaman yang lain. Orangutan hanya hidup di Kalimantan dan Sumatera, tidak ada di tempat lain.

Para orangutan ini tampil lebih alamiah di sebuah bidang kayu 3x3 meter yang disiapkan sebagai meja makan. Sementar turis mengelilinginya dan siap-siap mengabadikan dengan kamera.

Sebelumnya, seorang tengkalang akan membawa tumpukan buah dan ditaruh di atas meja kayu itu. Tengkalang merupakan sebutan warga setempat bagi penjaga dan pemberi makan orangutan. Paling sering orangutan diberi pisang dan nangka.

"Khusus untuk yang masih bayi, kami berikan susu juga. Kalau orangutan sakit, mereka akan datang ke pos, wajahnya pucat dan bibirnya merah-merah. Fecesnya juga tidak seperti biasanya. Ada seorang dokter hewan yang memantau," ucap Satri.

Hanya saja, perjalanan untuk mencapai tempat ini relatif tidak murah. Dari Jakarta, biasanya para turis menggunakan pesawat langsung ke Pangkalan Bun, kota terdekat daeri taman nasional. Dari Pangkalan Bun harus menyewa speedboat mesin tempel ukuran 5 orang. Tarifnya Rp 500.000/kapal.

Kalau jumlah rombongan lebih besar, mereka dapat menyewa perahu klotok dengan tarif Rp 1,5 juta sudah termasuk menginap di kapal dan makan. Kapal ini bisa memuat hingga 15-an orang. Hanya ada sebuah resor yang disewakan di kawasan taman nasional ini.

"Bagaimanapun ini pengalaman paling menarik dan menantang," ucap seorang wisatawan lokal, Heru.

No comments:

Post a Comment